Thursday, April 26, 2018

MENEMBUS PULAU NDAA: Sepenggal kisah perjalanan di pulau ndaa Part 1


Part 1
*****tomia*****

Kagum dan menegangkan. dua kalimat ini mungkin paling pas memberikan ilustrasi perjalanan kami ke pulau ndaa kabupaten wakatobi. Apakah pulau ndaa itu BAGUS? Bagi saya kata BAGUS tidak cukup untuk mewakili itu.
Cerita ini dimulai kala kami mendapatkan pekerjaan dari pemerintah kabupaten wakatobi melalui dinas pariwisatanya untuk membuat sebuah dokumen profil destinasi pulau-pulau kecil di kabupaten wakatobi. Dalam catatan kami ada sekitar  12 pulau kecil di kabupaten wakatobi yang bakal dibuatkan profilnya. Harapannya dokumen ini bisa menjadi sumber data dan informasi tentang destinasi pulau kecil di wakatobi untuk melengkapi fakta surga bawah lautnya dan kabar baiknya salah satu dari 12 pulau kecil itu adalah pulau ndaa yang akan kita bicarakan dalam lembaran putih ini.
Well, saya akan sedikit mengulas apa dimana dan bagaimana pulau ndaa itu sebenarnya. Setelah beberapa hari menyelesaikan sesi persiapan dan pengambilan data di pulau wanci termasuk mengunjungi pulau pulau kecil di pulau wanci, tibalah waktunya kami mengunjungi pulau tomia dengan segudang cerita dan surga bagi traveler dan pecinta alam.
Pulau tomia adalah salah satu pulau di kabupaten wakatobi yang juga dikenal sebagai salah satu pulau besar di wkatobi. Orang local juga mengenalnya dengan sebutan wakatobi II. Namun sebutan wakatobi II ini sudah mencakup dua pulau lainnya yaitu Kaledupa dan Binongko.
Perjalanan dari wanci ke tomia bisa ditempuh dengan menggunakan speed boot dan kapal jonson. Kapal Jonson merupakan sebutan bagi orang lokal untuk kapal muatan (orang dan barang) di laut yang umumnya terbuat dari bahan dasar kayu. Perjalanan dari wanci ke tomia bisa memakan waktu hingga 2 sampai 3 jam dan dikenakan tariff kurang lebih 150.000 rupiah.
Kemi menggunakan speed boot untuk ke pulau tomia selain cepat juga alam bersahabat. Menurut cerita, ketika alam kurang bersahabat di lautan, misalnya keras angin dan berombak, lebih aman bila menggunakan kapal jonson dibanding speed boot. Sebab dari segi konstruksi, kayu lebih tahan terhadap benturan dilaut dan juga kalau kondisi buruk (naas) kapal kayu kala tenggelam, tidak bisa tenggelam batu. Kondisi terburuk hanya terbalik lain cerita dengan bahan FIBER.  Tapi karena cucua sangat bersahabat jadinya pilihan tepat adalah speed boot. Selain buru waktu biar bisa koordinasi dan persiapan ke pulau kecil disore harinya, juga persolan kenyamanan. Naik speed selain empuk tempat duduknya juga full music. Jadinya tidak bosan selama perjalanan.
Saat kapal sandar di pelabuhan onemai (tomia), kita akan melihat banyak kapal-kapal yang berisi tabung oksigen milik guide yang siap mengantar kita menikmati keindahan bawah laut pulau tomia. Minat ayo ke tomia bro
Dari onemai kami melanjutkan perjalanan ke desa kulati yang akan menjadi tempat istrahat sejenak untuk melanjutkan perjalanan inti esok hari ke pulau-pulau kecil. Kami menggunakan mobil pick up untuk ke kulati, tapi bagi saya itu pilihannya tepat. Walalu agak panas tapi sepanjang perjalanan kita bisa merekam dan melihat sejauh mata memandang pulau tomia.
Yang mengejutkan bagi saya adalah sepanjang perjalanan yang kami lewati (jalan poros) onemai ke kulati hamper tidak ada rumah warga yang bangunan rumahnya semi permanen atau rumah kayu. Dalam pengamatan saya Semua rumah warga sudah permanen khususnya di poros. Saya mulai bertanya-tanya, jadi yang dibilang banyak orang miskin di wakatobi ini apa dan dimana. Kalau dari segi rumah tinggal khususnya di tomia rasanya sangat sedikit ada warga yang bisa kita kategorikan miskin.
Singkat cerita ternyata warga desa di pulau tomia umumnya berprofesi sbagai pedagang. Mereka bekerja di luar pulau tomia seperti ke irian, ambon dan beberapa daerah lainnya. Walaupun bertahun-tahun tinggal di perantauan tetapi mereka tetap membangun rumah di kampung halamannya. Dari beberapa diskusi kami dengan warga setempat rupanya mereka meyakini bahwa walaupun kita pergi merantau dan banyak uang disana tetap saja itu kampong orang lain dan itu hanya sementara ketika raga kita mampu. Kita akan kembali disuatu hari nanti dan menghabiskan masa tua dikampung halaman. Sehingga jangan heran bila ada rumah bagus didesa tapi ditinggal oleh pemiliknya. Itu hanya sementara. Dan membangun kampong sendiri itu hukumnya wajib bagi mereka, hal ini dubuktikan dengan adanya iuran pembangunan desa bagi mereka yang pergi merantau. Uang tersebut dikelola di kampong halaman untuk membangun infrastrukut seperti jalan atau tempat ibadah seperti masjid. Sehingga jangan pula heran kalau kita ke tomia, mata kita akan melihat masjid-masjid besar dan dengan arsitektur modern dan kren.
Sekedar info dipulau tomia ada 19 desa dan 2 kecamatan yaitu tomia dan tomia timur. 3 desa berada di puncak, 3 desa di lembah, 13 desa di hamparan dan yang menakjubkan, satu desa itu bisa memiliki 6 objek wisata. Sangat-sangat dan sangat mengagumkan. Jadi tidak salah bila saya menyebutnya surga bagi traveler.
Hari itu jarum jam sudah menujukan pukul 14.00 dan tibalah kami di desa kulati, desa yang masih sangat kental dengan system kekeluargaannya, desa yang masih sangat kental dengan gotong-royong. Menginaplah kami di kediaman Guide tanpa tanda jasa kanda utu. Hehehe
La Utu sebutan akrab bagi guide kami, yang akan menemani kami mengunjungi pulau-pulau kecil di pulau tomia, binongko dan kaledupa. Oh ya la Utu itu sosok yang periang dan Baik hati, hehe
Siang sebelum beraktivitas untuk persiapan keberangkatan besok, kami dusuguhkan makan siang dengan menu makanan khas kulati, Kasoami dan Ikan Masak, kombinasi yang memanjakan lidah dan leher. Tapi ingat bagi yang memiliki penyakit MAAG sebaiknya dahulukan nasi untuk melapisi lambung, baru kemudian mencicipi kasoami. Biar aman, asam lambung tidak menyerang. Kasoami (sebutan orang local) terbuat dari ubi yang sudah barang tentu mengandung gas. Jadi rentan terkena asam lambung bagi yang tidak terbiasa.
Setelah makan dan istrahat sejenak, kami mulai mempersiapkan keberangkatan besok di pulau-pulau kecil tomia dan binongko. Sempat kami mendapat kendala transportasi untuk besok sebab kapal/bodi yang kami rencanakan rupanya masih dalam perbaikan mesin. Sebenarnya ada banyak kapal tapi beberapa diantranya tidak siap berlayar. Seperti kapal milik desa yang sedang diperbaiki. Ada pula yang menawarkan kami speed boot di desa tetangga tapi kemahalan untuk kelas kami. Tidak tanggung-tanggung 25 juta kami ditawarkan. Tanpa menawar kami mundur perlahan sembari menghabiskan teh manis yang di suguhkan ke kami dan beranjak pergi mencari kapal lain. Oh ya makasih tehnya. hehe
Hati mulai gelisah jangan-jangan keberangkatan besok gagal karena kapal belum siap. Sudah jam 9 malam kapal belum ada yang FIX. Hati mulai berbisik bagamina solusinya. Waktu yang diberikan makin sempit, budget uhh target belum ada progress. Dan Alhamdulillah sekitar pukul 10.30 salah satu pemilik kapal dari desa sebelah bersedia mengantar kami setelah melalui nego panjang untuk rute, budget dan cuaca. Waktunya istrahat untuk persiapan keberangkatan besok zzzzzzzzzz

Lanjut ke part 2 menerjang badai

No comments:

Post a Comment