Part 1
*****tomia*****
Kagum dan menegangkan. dua kalimat ini
mungkin paling pas memberikan ilustrasi perjalanan kami ke pulau ndaa kabupaten
wakatobi. Apakah pulau ndaa itu BAGUS? Bagi saya kata BAGUS tidak cukup untuk
mewakili itu.
Cerita ini dimulai kala kami mendapatkan
pekerjaan dari pemerintah kabupaten wakatobi melalui dinas pariwisatanya untuk
membuat sebuah dokumen profil destinasi pulau-pulau kecil di kabupaten
wakatobi. Dalam catatan kami ada sekitar 12 pulau kecil di kabupaten wakatobi yang
bakal dibuatkan profilnya. Harapannya dokumen ini bisa menjadi sumber data dan
informasi tentang destinasi pulau kecil di wakatobi untuk melengkapi fakta
surga bawah lautnya dan kabar baiknya salah satu dari 12 pulau kecil itu adalah
pulau ndaa yang akan kita bicarakan dalam lembaran putih ini.
Well, saya akan sedikit mengulas apa dimana
dan bagaimana pulau ndaa itu sebenarnya. Setelah beberapa hari menyelesaikan
sesi persiapan dan pengambilan data di pulau wanci termasuk mengunjungi pulau
pulau kecil di pulau wanci, tibalah waktunya kami mengunjungi pulau tomia
dengan segudang cerita dan surga bagi traveler dan pecinta alam.
Pulau tomia adalah salah satu pulau di
kabupaten wakatobi yang juga dikenal sebagai salah satu pulau besar di wkatobi.
Orang local juga mengenalnya dengan sebutan wakatobi II. Namun sebutan wakatobi
II ini sudah mencakup dua pulau lainnya yaitu Kaledupa dan Binongko.
Perjalanan dari wanci ke tomia bisa
ditempuh dengan menggunakan speed boot dan kapal jonson. Kapal Jonson merupakan
sebutan bagi orang lokal untuk kapal muatan (orang dan barang) di laut yang
umumnya terbuat dari bahan dasar kayu. Perjalanan dari wanci ke tomia bisa
memakan waktu hingga 2 sampai 3 jam dan dikenakan tariff kurang lebih 150.000
rupiah.
Kemi menggunakan speed boot untuk ke pulau
tomia selain cepat juga alam bersahabat. Menurut cerita, ketika alam kurang
bersahabat di lautan, misalnya keras angin dan berombak, lebih aman bila
menggunakan kapal jonson dibanding speed boot. Sebab dari segi konstruksi, kayu
lebih tahan terhadap benturan dilaut dan juga kalau kondisi buruk (naas) kapal
kayu kala tenggelam, tidak bisa tenggelam batu. Kondisi terburuk hanya terbalik
lain cerita dengan bahan FIBER. Tapi
karena cucua sangat bersahabat jadinya pilihan tepat adalah speed boot. Selain
buru waktu biar bisa koordinasi dan persiapan ke pulau kecil disore harinya,
juga persolan kenyamanan. Naik speed selain empuk tempat duduknya juga full
music. Jadinya tidak bosan selama perjalanan.
Saat kapal sandar di pelabuhan onemai
(tomia), kita akan melihat banyak kapal-kapal yang berisi tabung oksigen milik
guide yang siap mengantar kita menikmati keindahan bawah laut pulau tomia.
Minat ayo ke tomia bro
Dari onemai kami melanjutkan perjalanan ke
desa kulati yang akan menjadi tempat istrahat sejenak untuk melanjutkan
perjalanan inti esok hari ke pulau-pulau kecil. Kami menggunakan mobil pick up
untuk ke kulati, tapi bagi saya itu pilihannya tepat. Walalu agak panas tapi
sepanjang perjalanan kita bisa merekam dan melihat sejauh mata memandang pulau
tomia.
Yang mengejutkan bagi saya adalah sepanjang
perjalanan yang kami lewati (jalan poros) onemai ke kulati hamper tidak ada
rumah warga yang bangunan rumahnya semi permanen atau rumah kayu. Dalam
pengamatan saya Semua rumah warga sudah permanen khususnya di poros. Saya mulai
bertanya-tanya, jadi yang dibilang banyak orang miskin di wakatobi ini apa dan
dimana. Kalau dari segi rumah tinggal khususnya di tomia rasanya sangat sedikit
ada warga yang bisa kita kategorikan miskin.
Singkat cerita ternyata warga desa di pulau
tomia umumnya berprofesi sbagai pedagang. Mereka bekerja di luar pulau tomia
seperti ke irian, ambon dan beberapa daerah lainnya. Walaupun bertahun-tahun
tinggal di perantauan tetapi mereka tetap membangun rumah di kampung
halamannya. Dari beberapa diskusi kami dengan warga setempat rupanya mereka
meyakini bahwa walaupun kita pergi merantau dan banyak uang disana tetap saja
itu kampong orang lain dan itu hanya sementara ketika raga kita mampu. Kita
akan kembali disuatu hari nanti dan menghabiskan masa tua dikampung halaman.
Sehingga jangan heran bila ada rumah bagus didesa tapi ditinggal oleh
pemiliknya. Itu hanya sementara. Dan membangun kampong sendiri itu hukumnya
wajib bagi mereka, hal ini dubuktikan dengan adanya iuran pembangunan desa bagi
mereka yang pergi merantau. Uang tersebut dikelola di kampong halaman untuk
membangun infrastrukut seperti jalan atau tempat ibadah seperti masjid.
Sehingga jangan pula heran kalau kita ke tomia, mata kita akan melihat
masjid-masjid besar dan dengan arsitektur modern dan kren.
Sekedar info dipulau tomia ada 19 desa dan
2 kecamatan yaitu tomia dan tomia timur. 3 desa berada di puncak, 3 desa di
lembah, 13 desa di hamparan dan yang menakjubkan, satu desa itu bisa memiliki 6
objek wisata. Sangat-sangat dan sangat mengagumkan. Jadi tidak salah bila saya
menyebutnya surga bagi traveler.
Hari itu jarum jam sudah menujukan pukul
14.00 dan tibalah kami di desa kulati, desa yang masih sangat kental dengan
system kekeluargaannya, desa yang masih sangat kental dengan gotong-royong.
Menginaplah kami di kediaman Guide tanpa tanda jasa kanda utu. Hehehe
La Utu sebutan akrab bagi guide kami, yang
akan menemani kami mengunjungi pulau-pulau kecil di pulau tomia, binongko dan
kaledupa. Oh ya la Utu itu sosok yang periang dan Baik hati, hehe
Siang sebelum beraktivitas untuk persiapan
keberangkatan besok, kami dusuguhkan makan siang dengan menu makanan khas
kulati, Kasoami dan Ikan Masak, kombinasi yang memanjakan lidah dan leher. Tapi
ingat bagi yang memiliki penyakit MAAG sebaiknya dahulukan nasi untuk melapisi
lambung, baru kemudian mencicipi kasoami. Biar aman, asam lambung tidak
menyerang. Kasoami (sebutan orang local) terbuat dari ubi yang sudah barang
tentu mengandung gas. Jadi rentan terkena asam lambung bagi yang tidak
terbiasa.
Setelah makan dan istrahat sejenak, kami
mulai mempersiapkan keberangkatan besok di pulau-pulau kecil tomia dan
binongko. Sempat kami mendapat kendala transportasi untuk besok sebab
kapal/bodi yang kami rencanakan rupanya masih dalam perbaikan mesin. Sebenarnya
ada banyak kapal tapi beberapa diantranya tidak siap berlayar. Seperti kapal
milik desa yang sedang diperbaiki. Ada pula yang menawarkan kami speed boot di
desa tetangga tapi kemahalan untuk kelas kami. Tidak tanggung-tanggung 25 juta
kami ditawarkan. Tanpa menawar kami mundur perlahan sembari menghabiskan teh
manis yang di suguhkan ke kami dan beranjak pergi mencari kapal lain. Oh ya
makasih tehnya. hehe
Hati mulai gelisah jangan-jangan
keberangkatan besok gagal karena kapal belum siap. Sudah jam 9 malam kapal
belum ada yang FIX. Hati mulai berbisik bagamina solusinya. Waktu yang
diberikan makin sempit, budget uhh target belum ada progress. Dan Alhamdulillah
sekitar pukul 10.30 salah satu pemilik kapal dari desa sebelah bersedia
mengantar kami setelah melalui nego panjang untuk rute, budget dan cuaca.
Waktunya istrahat untuk persiapan keberangkatan besok zzzzzzzzzz
Lanjut ke part 2 menerjang badai
No comments:
Post a Comment