Dua
hari berada di lokasi pengambilan data penelitian tentang pola konsusmis pangan
dan gizi masyarakat di kabupaten kolaka, memberi banyak informasi dan
pengetahuan baru tentang fakta masyarakat disana. Kabupaten kolaka dikenal
sebagai salah satu wilayah yang hampir menyamai kota kendari dalam hal
kecepatan pembanguanan. Wajar juga karena boleh dibilang wilayah sana adalah
daerah dolar karena apa apa mahal juga kemampuan daya beli masyarakat cukup
baik. salah satunya menurut banyak orang karena hadirnya tambang yang juga
memicu tingkat harga dimasyarakat.
Pembangunan
yang merata itu faktanya sangat sulit untuk di implementasikan. Pembangunan
yang merata yang saya maksud adalah perbaikan ekonomi secara merata yang
dilihat dari tiga unsur yaitu sandang, pangan dan papan. Sejauh ini pemerintah
terus berusaha mengambil kebijakan yang diarahkan untuk pembangunan daerah yang
diharapakan mampu mengsejahterkan rakyat secara merata.
Salah
satu lokasi pengambilan data saya dikabupaten kolaka yaitu kecamatan Toari.
Kecamatan toari adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan kabupaten
bombana. Potensi dikecamatan ini adalah perkebunan seperti cokelat, kelapa dan
beberapa tumbuhan perkebunan lain seperti sawit. Secara umum penduduk disana
memiliki tingkat kemampuan ekonomi cukup. Pendapatan rata-rata yaitu diatas
1.000.000. sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani coklat dan buruh
perkebunan. Walaupun hanya sebagai petani tapi kebutuhan mereka terpenuhi,
karena beberapa factor. Pertama, perkebunan yang mereka miliki cukup besar dan
yang kedua dengan adanya lahan yang besar sangat memungkinkan untuk beternak
pula.
Salah
satu warga dikecamatan toari saat saya wawancara mengatakan salah satu petani
sukses dikecamatan ini adalah bapak yang didepan rumahnya, dia hanya seorang
petani cokelat tapi cokelatnya ada 3 hektar. Sementara itu peternakan
kambingnya lebih dari 100 ekor.
Menurut
pengamatan saya sebagian besar masyarakat memiliki rumah permanen dan hanya
beberapa orang yang memiliki rumah semi permanen. Sebagian masyarakat disana
adalah penduduk transmigrasi. Walaupun dekat pula dengan laut, namun masyarakat
disana condong memilih perkebunan. Dikecamatan toari hanya memiliki satu buah
pasar umum namun tidak berfungsi setiah hari. Hal ini pulalah yang mempengaruhi
pola konsumsi masyarakat dikecamatan toari.
Mengkonsumsi
ikan itu, menjadi kebiaaan konsumsi jarang yang mereka lakukan, tahu dan tempe
menjadi hidangan wajib bagi mereka atau telur gorang. Untuk memperoleh ikan
segar itu cukup sulit karena kondisi pasar tadi dan masyarakat yang tidak
memilih untuk melaut.
Ditengah
tengah itu, dari banyaknya penduduk yang berbaur dengan penduduk trans dan asli
kolaka, ada hal yang menganjal bagi mereka. Dalam wawancara itu, adanya
informasi tambahan diluar penelitian itu sangat memungkinkan apalagi dalam
komunikasi sudah cair dan berjalan lancer. Adanya ketidak adilan bagi penduduk
pendatang menjadi pembicaraan ibu yang saya wawancarai. Dia merasa dalam
penyaluran bantuan social, ada tebang pilih didialamnya. Ibu itu bercerita
dalam suatu kejadian tahun 2013 waktu terjadi banjir yang menggenangi kabupaten
kolaka, rumah ibu itu dan beberapa tetangganya rusak dihantam banjir. Beberapa
hari kemudian, ada petugas yang ditugasi oleh pemerintah kabupaten untuk
melakukan pendataan terkait korban banjir. Dalam pendataan itu dia adalah salah
satu korbannya. Dengan jelas dia melihat nama dan informasi kerusakan terkait
rumahnya yang dia sebut pondo-pondo itu.
Menurut
hemat saya, dia sangat pantas untuk mendapat bantuan dari pemerintah untuk
memperbaiki rumah yang telah ditimpa banjir itu. Dilingkungannya, ada 3 rumah
yang diidentifikasi menjadi rumah yang akan diberi bantuan perbaikan rumah.
Beberapa bulan kemudian datanglah bantuan itu berupa bahan bangunan untuk memperbaiki
rumah tinggal penduduk yang mengalami kerusakan. Ibu itu tersenyum dengan
mengucap syukur kepada tuhan. Diwaktu bersamaan semua bahan bangunan telah
dibuang atau diturunkan persis didepan rumah masing-masing penduduk yang akan
dibantu perbaikan rurmahnya. namun seiring waktu berjalan tak satu pun bahan
bangunan yang turun dihalaman rumahnhya yang sudah rusak.
Hingga
kelar dua rumah yang ditetangganya itu, tak satupun ada yang datang memberi
informasi tentang perbaikan rumahnya. Ibu asal Bali itu mulai merasa ada yang
tidak benar dan merasa ada kecurangan didalamnya. Akhirnya ibu itu memberanikan
diri untuk bertanya ketika ada petugas pendataan itu datang mengecek hasil
perbaikan rumah-rumah yang didatanya.
“Pak itu hari
rumah saya didata untuk perbaikan, disini kami ada tiga rumah, kok rumah saya
sampe sekarang belum diperbaiki?
Petugasi
itu menjawab dengan tenangnya. “Maaf bu rumah ibu tidak diliat.
Ibu
itu bingung dan sangat bersedih dengan jawaban itu.
“Memang rumah saya kecil pa tapi masa rumah yang
dibelakang saya dilihat sementara saya yang didepan tidak diliat. Sambung ibu
itu.
Inilah
pengakuan ibu itu kepada saya waktu wawancara. Ada fakta permainan menurut saya
dalam hal ini. Pertama, faktanya dalam pendataan itu, sang ibu di data namun dalam
implementasinya dia dihapuskan dari daftar rumah yang akan diperbaiki. Selain
itu ada benarnya ibu itu mengungkapkan masih ada pembedaan antara masyarakat
local dan trans yang berada diwilayahnya. Adalah sangat penting bagi pemimpin
penentu kebijakan memperhatikan hal ini. Karena hal seperti ini terjadi di
tangan kedua atau ketiga ditahapan implementasi. Mengingat adanya kepentingan
yang selalu menyelimuti tindakan pelaksana walaupun didalam hal urusan kegiatan
social.
Wasalam……..
No comments:
Post a Comment